Listrik “Byar Pet” Salah Kita Juga (Part 1)
“Byar Pet” istilah yang sangat tidak asing ditelinga. Manggambarkan pujian kearah negatif bagi perusahaan listrik nasional satu-satunya. Pemadaman bergilir, listrik padam secara mendadak sedikit dari yang terangkum dari istilah “Byar Pet” tersebut. Sampai-sampai Pak DIS (Dahlan Iskan) pada bukunya Dua Tangis Seribu Tawa tergambarkan bagaimana “Byar Pet” harus diubah menjadi setelah Byar (padam) harus Cepet (cepat) hidup kembali. Merupakan pertaruhan harga diri sebagai perusahaan negara yang mengatur hajat hidup orang banyak melalui suplai energi listrik harus dicemooh dan dihujat banyak orang, Bahkan rasa ketidakpercayaan sudah menghinggapi bangsa ini bahwa perusahaan listriknya tak dapat diandalkan. Berlawanan dengan hal itu, para karyawan dan petinggi-petinggi perusahaan jelas dengan segala daya dan upaya telah mengusahakan yang terbaik bagi bangsa ini. Mereka punya SDM terbaik di Indonesia maka pasti tak membiarkan bangsanya kesulitan.
Sebagai komsumen listrik kebanyakan masyarakat tak mengetahui bahwa listrik padam tak hanya karena faktor pusat saja. Banyak faktor-faktor lain termasuk faktor alam yang mempengaruhi suplai listrik. Ada kalanya listrik mati karena ada trafo meledak, kabel putus, gangguan karena pohon menyentuh kabel dan lain sebagainya. Tulisan ini ingin mengajak merenungkan apakah ini tanggung jawab segelintir orang dari bangsa Indonesia ataukah tanggung jawab seluruh bangsa Indonesia.
Perusahan listrik pasti mengusahakan laba bagi kelangsungan hidupnya akan tetapi di Indonesia malah sebaliknya. Perusahaan ini dengan segenap upaya terus berupaya memberikan listrik murah dan berkualitas dengan bantuan subsidi pemerintah. Banyak yang tak tahu bahwa tingkat tingkah laku konsumen negara ini masih jauh dari yang diinginkan agar tercapai supali energi listrik yang merata.
Gambar 1. Grafik Konsumsi Energi Listrik pada Pukul Tertentu
Dari grafik diatas jelas hanya setelah pukul 17.00 sampai 23.00 malam terjadi puncak dan bila dibandingkan dengan waktu-waktu sebelumnya maka akan terlihat selisih energy yang sangat besar dan perusahaan harus menjamin pasokan energi listrik tersebut. Pukul 17.00-23.00 memperlihatkan bahwa konsumsi terbanyak terjadi karena penerangan di malam hari, aktifitas keluarga. Sedangkan pada siang hari hanya terserap sedikit oleh industry kita.
Apabila kita tinjau dari segi ekonomi, membangun pembangkit yang apabila hanya digunakan dalam waktu rentang tersebut saja akan memberatkan BEP (Break Event Point). Dati segi teknis, untuk start up sebuah pembangkit dibutuhkan waktu dan yang paling cepat adalah PLTG (Gas) dan PLTD (Diesel). Jadi, untuk membuat effisiensi pembangkitan dan konsumsi mau tidak mau bentuk karakter kurva tersebut harus diubah yang artinya karakter bangsa kita harus diubah.
No comments: