Santri: Filosofi dan Perpaduan
Julukan santri bukan muncul hanya karena julukan semata melain memiliki filosofi yang tersirat. Santri secara etimologis adalah seorang pelajar yang sedang menimba ilmu di pesantren. Namun, dalam artian yang lebih luas, terutama dalam konteks sosiologis (ta’rif istilahi), santri bermakna “setiap orang Islam yang relatif taat dalam menjalankan ajaran Islam” baik ia alumnus pesantren atau bukan. Filosofi yang terkandung dari kata Santri adalah:
1. Sabiqul Khoirot
Arti Sabiqul Khoirot adalah berlomba-lomba dalam kebaikan, sehingga santri diharapkan selalu menjadi terdepan,pelopor dan pengambil insiatif dalam hal kebaikan.
2. Amanah
Santri telah ditempa menjadi figur yang akan menjadi panutan dan pemimpin. Oleh karenanya santri mempunyai amanat yang harus dilaksanakan secara amanh. Amanat tersebut meliputi amanat fitrah, syari’ah, hukum, sosial, ekonomi dan pertahanan kemanan.
3. Naibul dan Niyabah Ulama’
Naibul artinya mengikuti, niyabah artinya pengganti. Sebagai seorang santri maka wajib hukumnya mengikuti apa yang diajarkan oleh gurunya;dalam hal ini yang dianggap guru oleh santri adalah para Ulama. Dengan konsistensi mengiku apa yang diajarkan dan mengamalkan maka dapat dipastikan suatu hari akan memegang tongkat estafet dari para Ulama.
4. Tarkul Ma’ashi
Tarkul Ma’ashi memiliki arti meninggalkan maksiat dalam menjalankan kegiatan/ aktivitas sehari-hari.
5. Ridhollah
Santri dalam berkelakuan diharapkan menjunjung tinggi kerihoan Sang Kholiq (Sang Pencipta) agar dalam berkelakuan terhindar dari perang kepentingan yang sekarang telah merajarela.
6. Istiqomah
Semua ilmu yang didapat, semua keahlian yang dimiliki baik softskill maupun hardskill membutuhkan konsistensi dan komitmen dalam pelaksanaannya. Santri diharapkan menanamkan nilai ini dalam kehidupannya.
Dari filosofi diatas apabila dibandingkan dengan karakter pemimpin amanah yaitu komitmen, konsistensi, kompetensi, integritas, visioner maka santri seharunya telah dapat menjadi pemimpin yang amanah. Hal ini dapat disimpulkan karena komitmen dan konsistensi tercakup pada nilai istiqomah; kompetensi dan integritas tetanam pada nilai amanah dan tarkul ma’asyi; visioner tertanam pada sabiqul khoirot dan ridlollah.
Banyak berpendapat bahwa santri hanya berkaitan dengan nilai-nilai agama, pantas hanya menjadi pemimpin dalam bidang agama. Akan tetapi anggapan tersebut keliru. Sekarang telah banyak pesantren yang mengikutkan pengetahuan umum sebagai standar dari pendidikannya. (Hartono, 2006) Bahkan beberapa pesantren telah memiliki lembaga pendidikan yang bertarafkan internasional.
Keberhasilan santri salah satunya dipengaruhi dari bagaimana pengasuh pesantren menanamkan nilai-nilai yang memotivasi santri-santrinya dalam menimba ilmu dan mengamalkan. Telah disebutkan bahwa salah satunya adalah menanamkan motto dari pesantren tersebut. Kali ini akan dibahas mengenai motto dari salah satu pondok pesantren besar di Jombang yaitu Ponpok Pesantren Darul ‘Ulum. Motto tersebut merupakan motto hasil pemikiran pengasuh dari pondok pesantren tersebut yaitu Dr. K.H. Musta’in Romly. Beliau menanamkan bahwa santri harus “Berotak London dan Berhati Masjidil Haram”.
Motto tersebut merupakan hasil dari penanaman filsafat trisula yang dijadikan filosofi pengajaran oleh Dr. K.H. Musta’in Romly .(Hasan Maskur, 2005) Trisula yang dimaksud adalah penyatuan nilai-nilai agama, nilai-nilai thoriqot (tasawuf), dan nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi. Beliau sendiri telah membuktikan keseriusannya dalam melaksanakan motto berotak London dan berhati Masjidil Haram. Terbukti dengan banyaknya lembaga pendidikan berkualitas yang ada di pesantren yang beliau asuh. Sudah ada 20 lembaga pendidikan dari Sekolah dasar sampai pendidikan tinggi dan diantaranya telah memiliki standar internasional. Dengan lembaga pendidikan tersebut diharapkan santri memiliki pondasi agama yang kuat dan memiliki kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi yang tak kalah pula karena tanggung jawab kemajuan bangsa Indonesia terletak bukan hanya pada syariat agamanya akan tetapi juga terletak kemajuan teknologi untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya.
Berotak London dan berhati Masjidil Haram. Mengapa bukan berotak Jepang atau berotak Jerman, atau berhati madinah? Menurut H. Hamid Muzakki santri Dr. K.H. Musta’in Romly, London merupakan symbol keuniversalan ilmu pengetahuan. Dimana masih mempertahankan budaya lama dan menyerap budaya baru yang lebih baik, termasuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini sesuai dengan “al-muhafazhah ‘ala ‘al-qadim ash-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah” (memelihara nilai-nilai budaya klasik yang baik, dan mengambil nilai-nilai budaya baru yang dianggap lebih bermanfaat). London merupakan ibu kota Inggris, dan inggris merupakan Negara yang masih mempertahankan system kerajaan yang diwarisi sejak awal Negara tersebut berdiri. Akan tetapi inggris tetap jaya sampai sekarang karena tetap menyerap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan Masjidil Haram merupakan kiblat umat islam sehingga menggambarkan kedalaman ilmu agama dan ketaqwaan seorang santri.
Dengan London sebagai keuniversalan ilmu pengetahuan dan Masjidil haram sebagai iman taqwa, maka diharapkan seorang santri mengimbangkan ilmu pengetahuan agamanya dengan ilmu pengetahuan lainnya dan teknologi yang sedang berkembang. Dengan kata lain mengkolaborasikan IMTAQ dan IPTEK. Penanaman pemahaman yang kuat bahwa dibutuhkannya IMTAQ dan IPTEK pada santri menyebabkan santri memiliki motivasi kuat dalam belajar ilmu pengetahuan dan teknologi selain belajar pondasi agama sebagai yang utama. Santri mengetahui kemana harus melangkah. Santri dapat mengorganisasi bagaimana dia mendapatkan hal tersebut.
# diambil dari berbagai sumber untuk keperluan tugas Manajemen Organisasi
No comments: